Cerita Tentang “Penderitaan Menjadi Anak Tiri” Karya Wildha

Author   : Wildha (sebut saja Raachel)
Kelas     : X MIA 3
Sekolah : Madrasa Aliah Negri (MAN) Tolitoli

Cerita Tentang “Penderitaan Menjadi Anak Tiri” Karya Wildha
“Penderitaan Menjadi Anak Tiri”
Chapter 1

Di sebuah rumah megah tinggallah keluarga kecil yang cukup bahagia. Ada Ayah, ibu, kakak dan aku. Kakaku bernama Andi, dan namaku adalah Kinan.  Pagi itu, kami berkumpul didepan meja makan yang telah dipenuhi masakan yang disajikan ibu. Setelah selesai makan, Ayah pun mengantar kami ke sekolah, saat itu kakak ingin menghadapi Ujian Nasional, dan aku masih duduk dikelas XI SMA. Setelah selesai mengantar kami, Ayah pun pergi kekantornya.

Tiba-tiba saja ada berita yang mengharukan dari rumah sakit, dikarena ibu kami masuk rumah sakit. Ketika kami ingin kerumah sakit, Ayah tiba-tiba datang dan kami segera naik ke mobil ayah. Sesampainya di rumah sakit aku dan kakakku langsung mencari tempat ibu dirawat dengan cara bertanya ke suster. Kami menemukan kamar ibu, dan melihat ibu kami yang sedang terbaring kaku. Air mata kami bercucuran ayah tak bisa menahan emosi hingga ia memukul-mukul kepalanya ke tembok. Hingga datanglah dokter yang menangani ibu kami, ayah bertanya pada dokter “ada apa dengan istri saya? Apa penyakitnya hingga ia begini dok?”, “Istri bapak terkena kanker otak stadium akhir. Saya sudah pernah mengatakan pada istri bapak, bahwa ia harus menjalani Kemoterapi. Tetapi ia menolaknya. Kemungkinan istri bapak tak ingin mengecewakan bapak, sehingga ia tidak mengatakan hal ini pada bapak.” Jawab dokter dengan nada sedih.

Mendengar hal itu, ayah terlihat sedih dan kecewa dengan ibu, karena ibu tak pernah mengatakan penyakitnya pada ayah. Tak lama kemudian, sesuatu terjadi pada ibu. Dan akhirnya, ia harus meninggalkan kami semua. Mayat ibu pun dibawa ke kamar mayat. Keesokan harinya semua orang ikut menguburkan ibu. Aku sungguh tak bisa menahan emosiku, hingga aku tak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa menangis dan menangis meratapi nasibku. Seminggu kemudian Kakak menghadapi ujian Nasioananya, sedangkan aku hanya bisa merenung dikamar tidurku sambil mengingat kenangan tentang ibu. “seandainya saja ibu mengatakan penyakitnya padaku, mungkin ibu tak sampai meninggal kami untuk selama-lamanya” gerutuku sambil mengeluarkan air mata.

Tepat jam 12.00 siang datanglah kakakku dari sekolah dia terlihat sangat banyak fikiran hingga aku bertanya “ada apa kak sepertinya kakak banyak fikiran”, “kakak masih ingat kenangan tentang ibu” jawab kakaku yang tak bisa menahan emosinya, “kakak masih ingat saat ibu membujuk ayah agar kakak dibelikan motor, kakak masih ingat sekali hal itu de” sambungnya dengan nada sedih. Melihat kakak menangis, aku pun juga ikut menangis mendengar cerita kakak tentang ibu. Hingga ayah pulang dengan membawa seorang wanita muda, kami keheranan melihat kelakuan ayah yang seperti itu. “nak, kenalin ini tante Lina, ayo sungkeman.” Kami berkenalan dan menuruti kata ayah. 

SEBULAN KEMUDIAN ayah pun melamar wanita muda itu, kami masih tak bisa membayangkan kalau ayah mempunyai pacar. Kami mulai membenci ayah mengapa ayah menghianati ibu. Kami curiga ibu sudah mengetahui ini, dan mungkin inilah penyebabnya ibu tak memberitahukan ayah.

Hari pertama ibu Tiriku tinggal dirumah kami, dia sangatlah baik dan kami bersikap biasa saja pada dia. Hari demi hari berlalu, ayah mendapat telfon dari klien bahwa ayah harus keluar kota dan meeting disana. Demi pekerjaan, ayah tidak dapat menolak tugas itu dan bersedia untuk pergi keluar kota, dengan membawa koper yang sangat besar  “nak, ayah disana selama 1 bulan, untuk mengurus Proyek ayah. Jadi, kalian baik-baik saja!”. “iya ayah, kamikan bersama ibu pasti kami baik-baik saja.”kataku. “betul kata adik yah. Kami pasti baik-baik saja”, sambung kakak. “Iya mas kan ada aku, mengapa mesti takut”, seru ibu tiriku sambil tersenyum manis dihadapan ayah. “Oke kalau begitu” jawab ayah dengan nada tenang.

Ayah pun pergi setelah berpamitan kepada kami. Satu minggu berlalu, tiba-tiba saja ibu berteriak “Kalian berdua, belikan ibu makanan!”. Kami kebingungan sebenarnya ada apa dengan ibu mengapa ibu seperti itu dia terlihat berbeda dengan sebelumnya, sejak kepergian ayah. Dia membentak sambil menyuruh kami membeli pesannya. Dengan perasaan kurang baik, kami pun melaksanakan perintah ibu. Ibu mulai memakan pesanan yang kami beliakan tanpa mempersilahkan kami untuk ikut makan, ketika ia kenyang. Ia hanya melemparkan sisa makananya itu, “nampaknya ibu terlihat capek, mungkin karena itu ibu marah-marah kepada kita kak” Fikirku. “ia dek, mungkin saja “ jawab kakakku sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Bersambung...........

Baca kelanjutannya segera rilis Oleh Komunitas MAN Kreatif (KMK)

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post